Saya
adalah penggemar novel-novel Tere Liye. Saya juga mengikuti status-status
beliau di fanpage Darwis Tere Liye. Suatu waktu, Om Darwis pernah share sebuah
postingan seperti ini.
Saya selalu menyarankan ini, jika kalian
masih muda punya banyak waktu luang, tidak memiliki terlalu banyak
keterbatasan, maka berkelilinglah melihat dunia. Bawa satu ransel di pundak,
berpindah-pindah dari satu desa ke desa lain, dari satu lembah ke lembah lain,
pantai, gunung, hutan, padang rumput, dan sebagainya. Menyatu dengan kebiasaan
setempat, naik turun angkut umum, menumpang menginap di rumah-rumah, selasar
masjid, penginapan murah meriah, nongkrong dipasar, ngobrol dengan banyak
orang, menikmati setiap detik proses tersebut. Maka, semoga, pemahaman yang
lebih bernilai dibanding pendidikan formal akan dating.
Dunia ini bukan hanya sekedar duduk di
depan laptop atau HP, lantas terkoneksi dengan jaringan sosial yang sebenarnya
semu. Bertemu dengan banyak orang, kebiasaan, akan membuka simpul pengertian
yang lebih besar. Karena sejatinya, kebahagiaan, pemahaman, prinsip-prinsip
hidup itu ada di dalam hati. Kitalah yang tahu persis apakah kita nyaman,
tentram dengan semua itu. Nah, kalau kalian punya keterbatasan, lakukanlah
dalam skala kecil, jarak lebih dekat, dengan pertimbangan keamanan lebih
prioritas. Itu sama saja. Lihatlah dunia, pergilah berpetualang, perintah itu
ada dalam setiap ajaran leluhur.
Saya
tersentil baca status itu. Mengingat selama ini saya tergolong anak rumahan
jarang main jauh-jauh, jalan-jalan ke kota sebelah aja nyasar. Benar-benar buta
arah.
Mungkin
benar kata Om Darwis saya mesti bertualang, biar saya tahu dunia luar, biar
saya mengenal lebih banyak orang.
Kayaknya
travelling emang hobi yang recommended buat anak-anak kurang gaul.
Bayangkan, betapa segarnya ketika kita bisa keluar dari penatnya rutinitas.
Jalan-jalan ke luar kota naik angkutan umum, mendaki gunung, pergi ke pantai,
lari ke hutan, teriak di pinggir jurang.
Bukankah
Allah menciptakan manusia dalam bermacam-macam suku bangsa agar kita saling
mengenal?
Nah,
salah satujalan untuk mengenal manusia-manusia dari belahan dunia lain adalah
dengan cara travelling. Coba kita
niatkan, ketika kiya punya uang lebih dipakai untuk travelling.
Banyak
orang tua yang menyesal karena sewaktu masih muda jarang berpergian. Nah,
mumpung masih muda, ayo kita berkelana.
Tapi,
ada aja alasan yang menghalangi kaki kita untuk mulai melangkah.
1. Nggak punya banyak waktu
Kadang
kalau lagi sibuk sekolah, kita nggak bisa pergi jauh-jauh. Kita Cuma bisa punya
hari minggu, liburan ke rumah nenek aja besoknya mesti balik lagi karena harus
masuk sekolah lagi.
2. Nggak punya biaya
Pergi
jauh emang butuh biaya, jangankan pergi jauh, iseng-iseng ke mal aja butuh
dana. Sekarang parkir motor aja bayar. Ke toilet pun harus ngerogoh kantong.
3. Nggak punya keduanya dalam saat yang
sama
Di
saat punya banyak waktu, kita nggak punya uang. Disaat punya banyak uang malah
nggak punya banyak waktu. Nah, jangan sampai di saat ada uang, ada waktu,
kitanya malah yang udah nggak ada. Tapi kalaukita emang benar-benar niat pengen
travelling pasti kita menyiasati itu,
sebab akan banyak manfaat yang kita peroleh dari hobi ini.
4. Menyegarkan mata
Setiap
hari kita cuma lihat gedung-gedung pencakar langit, kendaraan lalu lalang, dan
orang-orang sibuk dengan dunianya masing-masing. Tapi, ketika memtuskan untuk
pergi sejenak dari rutinitas tersebut, kita kan melihat hal-hal baru. Kita akan
menyadari betapa indahnya karya Sang Pencipta. Pegunungan, hutan, pantai, dan
sawah-swah yang terbentang luas. Merasakan udara segar perdesaan, segarkan mata
dengan pemandangan yang indah.
5. Mengenal hal-hal baru
Travelling bikin kita
mengenal beragam kebudayaan yang kita temui selama perjalanan. Kita juga
berkesempatan ketemu banyak orang yang berbeda. Dari bermacam-macam sifat orang
itu, kita bisa melatih diri untuk beriteraksi dengan orang baru di lingkungan
baru.
6. Berani menghadapi tantangan
Ketika
untuk memutuskan untuk melangkah menjangkau dunia luar, berarti kamu telah
menantang bermacam cobaan yang akan kamu temui di depan sana. Perjalanan akan
mengajarkan kamu untuk berani mengahadapi tantangan. Setelah melalui beragam
tantangan dalam perjalanan, kamu akan terlatih dan nggak kaku jika menghadapi
berbagai tantang baru di kehidupan sehari-hari.
Kalau
masih ragu untuk melangkah walaupun tahu banyak sekali manfaat travelling, coba Tanya kepada para
petualang. Meraka pasti bakal senang hati menceritakan betapa asoinya
perjalanan yang telah mereka arungi. Kalu belum penasaran juga, coba baca buku travelling, contohnya tulisan Mbak
Trinity di “Naked Traveller” series
atau nonton film “5 cm”.
Teman
saya biasanya mendekam di rumah sampai dakian. Setelah nonton film “5cm”
tiba-tiba kepincut pengen daki Gunung Sumeru. Tapi, ternyata nggak Cuma teman
saya yang terpengaruh oleh pesona ginung tertinggi di pulau jawa tersebut. Di
Indonesia ini, banyak banget yang jadi koban film “5 cm”
Gara-gara
film “5 cm”, jumlah pendaki Gunung Sumeru membludak. Tapi, yang disayangkan
adalah sampah-sampah yang ditinggalkan para pendaki itu. Iya, seharusnya para
pendaki mencintai alam. Menghormati Gunung Sumeru dengan nggak buang sampah
semabrangan di sana.
Ingatlah
3 sepirit pencinta alam di bawah ini :
· Jangan
tinggalkan apapun kecuali jejak.
· Jangan mengambil
apapun kecuali gambar/foto
· Jangan membunuh
apapun kecuali waktu
Poin pertama
dari 3 seprit pencinta alam ini sangat wajib kita amalkan, jangan ninggalin
sampah sembarangan. Seorang pencinta alam sudah pasti peduli dengan kebersihan
lingkungan. Kalau masih jorok juga berarti bukan pencinta alam, tapi pencinta
Mbah Dukun.
“Sesungguhnya
Allah SWT itu suci yang menyukai hal-hal yang suci. Dia Maha Bersih yang
menyukai kebersihan. Dia Maha Mulia yang menyukai kemuliaan, Dia Maha Indah
yang menyukai keindahan. Karena itu bersihkanlah tempat-tempatmu”. (HR.
Tirmidzi)
Allah suka
dengan hamba-Nya yang rajin bersih-bersih. Lagian kebersihan banyak manfaatnya
bagi kehidupan manusia. Sebaliknya, kotor dan jorok bakal bawa berbagai
keburukan bagi kehidupan. Orang yang bisa jaga kebersihan badan, pakaian, dan
lingkungan tempat tinggalnya, hidupnya akan terasa nyaman. Sebaliknya kalau
orang udah males bersih-bersih, buang sampah seenak dengkulnya, nggak pernah
mandi dan jarang gosok gigi, maka hidupnya akan terasa runyam.
Melalui sabda
Rasullullah berharap umat islam jadi pelopor dalam hal menjaga kebersihan,
sebab kebersihan, kesucian, dan keindahan merupakan hal-hal yang dicintai oleh
Allah SWT. Jika kita melakukan hal yang disenangi oleh Allah SWT, tentu kita
bakal dilimpahkan pahala. Dengan kata lain, kotor, jorok, sampah berserakan,
lingkungan semrawut, muka nggak karuan, leher dakian, kuku panjang-panjang
item, dan rambut jadi sarang tikus itu nggak disukai oleh Allah SWT. Kalau mau
jadi hamba yang taat, tentu kita tergerak untuk mau berubah. Berani lebih
bersih.
Untuk mewujudkan
kebersihan dan keindahan, mulailah dari diri kita sendiri, di lingkungan sendiri
dan dari hal terkecil.
Rajin mandi,
pakai wewangian biar nggak bikin idung orang mengernyit mencium badan kita yang
bau kambing. Rajin gosok gigi, bersiwak kalau bisa. Teratur motongin kuku dan
rapihin kumis sebelum berangkat jum’atan..
Setelah diri sendiri
sudah bersih dan sedap dilihat, mulailah mengajak keluarga sendiri untuk
beberes rumah. Ngepel lantai, ngelap jendela, dan bersihin langit-langit kamar
dari sarang laba-laba, setelah itu baru kita ajak masyarakat di lingkungan kita
untuk mulai hidup bersih,
di sekolah, kita
ajak teman sekelas untuk bikin jadwal piket dan bekerja sama menata ruang kelas
supaya lebih nyaman.
Di kampung, kita
adakan gotong royong bersihin comberan dari sampah-sampah plastik. Jangan
sepelekan masalah kebersihan. Sebab, kebersihan merupakan sebagian dari iman.
Maksudnya, keimanan seseorang bakal lengkap kalau dia bisa jaga kebersihan.
Nah, berarti orang yang cuek bebek dengan kebersihan, keimanannya masih
remedial. Secara nggak langsung, menjaga kebersihan itu wajib hukumnya, sebab,
berkaitan dengan keimanan seseorang. Jadi
jangan malas bersih-bersih ya teman..
Dikutip
dari novel karya Haris Firmasyah berjudul “Good
Hobby vs Bad Habit”